Minggu, 31 Mei 2015




Untuk menuju ke tempat ini, arahkan kendaraan anda ke Bantul menuju Desa Code, Bantul. Tempat makan ini sangat sederhana dengan dinding, meja dan bangku panjang dari kayu. Di dinding terpajang spanduk yang menampilkan foto Mbah Mo yang telah meninggal pada 2001 silam. Meski sederhana, warung Mbah Mo nyaris tak pernah sepi begitu dibuka sore hari, terutama sesaat setelah Maghrib. Pembeli bermobil silih berganti datang memenuhi warung untuk mencicipi kelezatan bakmi goreng atau bakmi godog (rebus) khas Mbah Mo. Setelah memesan, anda bisa langsung duduk atau menonton pesanan anda dimasak dengan arang di atas tungku.

Menurut Mujiah, anak sulung Mbah Mo yang kini meneruskan usaha warung ini,  sebelum membuka warung bakmi, ayahnya lama bekerja di penggilingan padi. Setelah tak lagi bekerja di sana, Mbah Mo memilih bertani. Namun, usianya yang makin bertambah tak memungkinkannya terus bertani. Kebetulan, ibunya punya kakak yang membuka warung Bakmi Jawa Pak Rebo di Pojok Beteng Wetan. Pak Rebo lalu menyarankan ayahnya berjualan bakmi. Awalnya sang ayah sempat ragu. Karena tinggal di kampung sepi, dia tidak yakin akan ada yang membeli. Tapi suami Mujiah berusaha meyakinkan, hingga akhirnya ayahnya setuju. Tahun 1986, dengan modal Rp 30.000, satu anglo, wajan, dan susuknya pemberian Pak Rebo, Mbah Mo memulai warungnya di rumah. Sebelumnya, ia sudah belajar memasak bakmi Jawa beberapa lama pada Pak Rebo. Hari-hari pertama membuka warungnya, memang tidak ada pembeli yang datang. Kebetulan, suami Mujiah bekerja di BKKBN sebagai supir Kakanwil. Suaminya lalu merekomendasikan bakmi Mbah Mo ke orang-orang di kantornya, tanpa memberi tahu mereka bahwa warung itu milik mertuanya.



Akhirnya satu per satu orang mengenal bakmi Mbah Mo, lalu makin banyak yang tahu lewat getok tular. Sampai suatu hari, di BKKBN DIY diadakan acara tingkat nasional yang dihadiri para menteri. Acara itu jadi kesempatan suami Mujiah untuk mempromosikan bakmi Mbah Mo, dengan mengajak para tamu dari Jakarta ke warung Mbah Mo. Walaupun tempatnya gelap dan jauh di pelosok, para tamu ternyata menyukai gurihnya bakmi Mbah Mo. Saat datang ke Yogya lagi, mereka kerap minta diantar ke warung Mbah Mo. Saat itu, Ibu Inten Suweno yang menjabat sebagai Menteri Sosial mengatakan, bakmi Mbah Mo akan ia pasarkan ke Jakarta, termasuk di kalangan menteri. Entah Inten menunaikan janjinya atau tidak, menurut Mujiah setelah itu bakmi Mbah Mo ramai dikunjungi wisatawan dari Jakarta. Tahun 1990, pelanggan bakmi Mbah Mo membludak memenuhi warung setiap hari, bahkan hingga kini.

Para pembeli rela menunggu lama karena bakmi harus dimasak per porsi. Ini untuk menjaga kualitas agar rasanya tetap stabil. Oleh karena itu, bakmi Mbah Mo juga kerap disebut bakmi sabar. Mujiah kini juga telah membuka warung bakmi sendiri dengan nama Bakmi Dua Jaman di Jalan Parangtritis yang dikelola anaknya. Sementara ia sendiri setiap malam ikut memasak bakmi pesanan di warung Mbah Mo. Ia tak merasa kesulitan memasak bakmi meneruskan ayahnya yang sudah meninggal. Sebab, sejak kecil ia sudah biasa melihat dan membantu Pak Rebo memasak bakmi. Ciri khas bakmi Mbah Mo, terletak pada rasanya yang gurih karena menggunakan telur bebek dan ayam kampung, serta dimasak tanpa kecap, tomat, dan merica. Telurnya pun tidak dikocok lebih dulu, Anda bisa mencoba bakmi godog alias rebus, bakmi goreng, atau bakmi nyemek yang berkuah sedikit, dengan pilihan biasa atau istimewa. Seporsi bakmi biasa harganya Rp 16.000, sedangkan yang istimewa karena ditambahi daging ayam, paha, sayap, kepala, atau ati ampela Rp 23.000.



Saat ramai, bakmi Mbah Mo yang didatangi pembeli dari berbagai penjuru Yogya dan wisatawan bisa menghabiskan 250-300 porsi tiap malam. Jumlah ini akan meningkat berkali lipat saat hari libur panjang. Sementara, pada malam Selasa biasanya relatif sepi. Tak hanya melayani pembeli di rumah, bakmi Mbah Mo juga sering mendapat pesanan dari berbagai kota Jakarta, Bandung, Surabaya, termasuk untuk menu makan pelatihan dari berbagai instansi pemerintah seperti Mahkamah Agung, hajatan, dan sebagainya. Minimal pemesanan satu paket 200 porsi. Bahkan, pernah sampai melayani 1.100 porsi. Setiap melayani pesanan luar kota, Mujiah selalu membawa anglo dan bakmi dari rumahnya.

Warung yang berdiri tak jauh dari sungai ini, bukanlah warung ampiran, melainkan warung tujuan. Kalau warung ampiran, umumnya terletak di pinggir jalan, jadi pengunjung yang datang saat kebetulan lewat atau mampir. Sementara warung Mbah Mo, didatangi karena memang menjadi tujuan. Untuk sampai di sana, anda harus menggunakan kendaraan sendiri atau ojek, karena tidak ada angkutan umum yang sampai ke sana. Apalagi, warung Mbah Mo yang buka setiap hari ini hanya melayani dari pukul 17.00-23.00. Layaknya jalan desa di pelosok, jalan yang belum beraspal di depan warung Mbah Mo tak terlalu lebar. Namun, jangan khawatir soal parkir karena tanah lapang di seberang warung bisa menampung mobil dan motor para pembeli.


Bakmi Jawa Mbah MO
Address: Bantul, Code, Indonesia
Phone:+62 274 418676

0 komentar:

Posting Komentar