Siapa yang tidak
kenal cemilan kacang mete? Rasanya yang gurih membuat cemilan ini sebagai salah
satu cemilan yang disukai. Nah, bagi yang tengah berkunjung ke kota Wonogiri,
Jawa Tengah, tak afdol apabila tak membawa kacang mete sebagai oleh-oleh.
Pasalnya, Wonogiri memang dikenal menghasilkan mete yang berkualitas. Adalah
Bekti Rahayu, perempuan tengah baya asli Wonogiri, yang dikenal memiliki kacang
mete goreng yang istimewa. Dengan merek mete Bu Dharmo Putro, kacang mete goreng
hasil olahan Bekti pun siap disantap langsung oleh pembeli.
Bekti
bercerita awalnya ia hanya menjual kacang mete mentah saja, tetapi sekarang di
tokonya juga sudah disediakan yang digoreng. Jadi pembeli tinggal memilih saja.
Harga kacang mete mentah Rp 110 ribu per kilo, sedangkan yang matang saat ini
Rp 115 ribu per kilonya. Soal rasa, kacang mete Bu Dharmo Putro menawarkan
sesuatu yang berbeda. Gurihnya beda dengan kacang mete lain. Istri Darsito ini
mengaku bumbu yang ia gunakan sebetulnya sama saja. Tetapi mungkin cara
menggoreng dan mengolah sejak dari kacang mentah yang berbeda. Ia selalu
mengupas dan langsung menggoreng, hingga kacangnya jadi lebih gurih dan renyah.
Selain itu, Bekti juga memilih menggoreng dengan menggunakan kayu bakar.
Rasanya memang jadi lebih berbeda.
Tak
mengherankan jika produksi kacang mete Bu Dharmo Putro kini bisa mencapai 4
kuintal. Pesanan rutin datang dari luar kota, seperti Jakarta, Bandung,
Surabaya, Cirebon, Semarang, dan Bali. Tak tanggung-tanggung, kacang mete
buatan Bekti ini juga sudah merambah hingga ke pasar luar negeri seperti Negeri
Sakura Jepang dan Thailand. Bermula dari adik iparnya yang memiliki pasangan
orang Jepang, saat datang ke Wonogiri dan mencicipi kacang mete buatannya
sepertinya jadi ketagihan. Kemudian melalui bisnis biro travel khusus untuk
orang Jepang, adik iparnya itu mulai memasarkan di Jakarta, dan berlanjut
sampai masuk ke salah satu pasar di Jepang.
Tak hanya
menawarkan kelezatan kacang mete, perempuan kelahiran Wonogiri 9 Januari 1953
ini juga mengenalkan penganan lokal lainnya. Diantaranya geti, karak, ampyang,
tape ketan, emping manis, serundeng, dan sambel pecel. Semuanya diproduksi
langsung. Sejak kecil Bekti memang sudah suka memasak dan sekalian diajari
berdagang oleh orangtuanya. Lewat usahanya ini ia juga ingin mengenalkan dan
mempertahankan cemilan tradisional Wonogiri. Salah satu penganan unik siap
santap dan sekarang sudah jarang dimasak adalah cabuk wijen. Karena sudah sulit
dicari, maka beberapa pelanggan yang mungkin kangen dengan cabuk wijen lalu
meminta Bekti untuk membuatkan. Dan ternyata benar, cabuk wijen buatannya itu
laku keras dan banyak peminatnya.
Setiap hari, Bekti memproduksi cabuk wijen hingga 150 bungkus, masing-masing seharga Rp 2 ribu per bungkus. Makanan ini serupa dengan botok atau pepes. Enaknya disantap dengan nasi. Karena memang sudah jarang yang membuatnya, maka Bekti ingin mengenalkannya kembali, sekaligus memelihara kuliner tradisional Wonogiri. Permintaan memang meningkat, terlebih bila menjelang Lebaran. Ia bisa membuat cabuk wijen sampai tiga kali lipat, dan itu pun masih sering kurang karena saking banyaknya yang mencari. Semua hasil olahan Bekti langsung dipasarkan di beberapa tempat oleh-oleh miliknya dan keempat anaknya yang tersebar di kota Wonogiri.
0 komentar:
Posting Komentar