Terletak persis di pertigaan menuju pinggir Ngarai Sianouk, Bukittinggi, rumah makan berukuran kecil ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Minang. Menu andalannya adalah gulai itiak lado mudo atau gulai itik cabai hijau, selain juga menyediakan gulai ayam kampung cabai hijau. Meski cabai hijau dikenal tak pedas, di rumah makan ini potongan daging bebek seolah berendam dalam sambal cabai hijau yang sangat pedas. Maklum, Nur’aini pemilik rumah makan yang berdiri tahun 1980 ini, sengaja menggunakan cabai hijau keriting untuk gulai buatannya. Mulanya, sebelum berjualan gulai bebek, Nur’aini menjual lontong sayur, pical (pecel), kolak, dan menu lain untuk sarapan pagi. Namun, penjual menu seperti ini lumayan banyak saat itu, sehingga keuntungan yang didapat pun hanya sedikit. Ia lalu terpikir untuk berjualan nasi.
Namun saat itu
rumah makan Padang juga sudah banyak. Nur’aini lalu teringat semasa berjualan
kopi di Koto Gadang dulu. Waktu itu, di sebelahnya ada yang berjualan itiak. Ia
sering melihat proses memasaknya hingga lama-kelamaan tahu caranya. Dari
situlah, Nur’aini punya ide berjualan itiak. Dan ternyata, inilah yang menjadi
sumber penghasilannya sampai sekarang. Usaha yang mulanya berupa warung kecil
itu pada awalnya hanya buka seminggu sekali, karena tidak semua orang menyukai
bebek. Setiap selesai sholat Jmat, suami Nur’aini, Anwar, akan berkeliling dari
satu rumah ke rumah lain di Kampung Cina yang penghuninya keturunan Tionghoa,
yang kebetulan pula dekat dengan masjid. Bila ada pesanan akan diantarkan pada
hari Minggu. Dari situlah kemudian ada pesanan 1-2 potong per hari. Untuk satu
ekor saja bisa baru laku 2-3 hari. Maka tiap hari harus dipanasi. Kalau dalam
waktu tiga hari daging bebeknya belum habis juga, terpaksa harus dibuang.
Butuh
perjuangan berat bagi Nur’aini untuk mengenalkan gulai bebek buatannya. Sebab,
orang biasanya khawatir baunya yang amis, bahkan sampai sekarang masih banyak
pengunjung yang mengkhawatirkan hal itu. Namun, kelezatan gulai yang gurih dan
pedas itu membuat banyak orang suka. Sehingga, makin lama makin banyak yang
memesan. Makin banyaknya peminat membuat Gulai Itiak Lado Mudo Ngarai kemudian
dibuka setiap hari. Meski sudah banyak pesanan, Nur’aini tidak bisa menggunakan
bebek sembarangan. Bebek yang digunakan hanya bebek yang dilepas liar alias
bebek kampung, karena proses memasaknya semalaman. Kalau menggunakan bebek
ternak yang dikandang, dagingnya akan rusak dan rasanya kurang enak bila dimasak
selama itu. Ia pernah mencoba menggunakan bebek kandang, namun ketika dimasak,
lalat hijau berdatangan karena dagingnya bau makanan bebek.
Pada hari
biasa, Gulai Itiak Lado Mudo Ngarai menghabiskan 100 ekor bebek per hari,
sedangkan pada hari libur atau musim liburan sekitar 150 ekor per hari. Memang
membuatnya tidak bisa banyak karena tergantung pasokan bebek. Selain itu
pengerjaannya juga sulit meski proses memasaknya mudah, karena bebek dibeli
dalam keadaan hidup. Kini proses memasak dikerjakan oleh anak-anak Nur’aini.
Setelah dipotong, bebek direndam dalam air panas, lalu disiram air dingin. Baru
kemudian bulu-bulunya dicabut satu per satu dengan tangan. Setelah itu, bebek
dibakar sebentar untuk menghilangkan bulu yang tersisa sebelum dicuci kembali
dan dipotong empat. Selesai dipotong, bebek siap dimasak selama satu malam
dengan kayu bakar. Bebek sengaja dimasak lama agar seluruh bumbunya meresap ke
dalam daging. Bumbunya antara lain cabe hijau, bawang merah, bawang putih,
lengkuas, jahe, kunyit, daun jeruk, dan sebagainya.
Gulai ini
tidak menggunakan santan sehingga rasanya lebih segar. Dengan mengerjakan
seluruh proses sendiri, Nur’aini bisa mendapatkan gulai bebek dengan kualitas
rasa yang enak, meski keuntungannya tak sebesar bila membeli bebek potong.
Memang banyak yang menawarinya bebek yang sudah jadi, tapi Nur’aini tidak
pernah mau, karena kalau begitu ia jadi tidak tahu tingkat kelembutan
dagingnya. Apalagi kini kompetitor pun makin banyak, sehingga ia harus tetap
mempertahankan kualitas rasa. Bagi Nur’aini, tidak apa-apa orang membeli
gulainya dengan harga mahal, asalkan rasanya tidak dikurangi. Dan ia pun
bersyukur setiap hari gulai itiaknya selalu habis. Proses pengerjaan bebek
dimulai pukul 18.00. Paginya, pukul 06.00, rumah makan sudah dibuka sampai
pukul 15.00. Meski letaknya berada di belokan jalan kecil, Gulai Itiak Lado
Mudo Ngarai tak pernah sepi pengunjung, termasuk dari luar kota dan luar negeri
seperti Amerika dan Afrika.
Wisatawan mancanegara
yang menginap di Bukittinggi cukup lama, biasanya akan datang ke Gulai Itiak
Lado Mudo Ngarai. Di antara wisman yang kerap datang, yang paling menyukai
masakan gulai ini adalah orang Afrika, bahkan mereka sampai menghabiskan
minyaknya. Para wisman itu tak jarang juga membawa gulai bebek beku untuk
dibawa pulang ke negaranya. Selain menjual gulai bebek siap santap, rumah makan
ini memang menyediakan pula gulai bebek beku yang disimpan dalam beberapa freezer di bagian dapurnya. Untuk
membelinya, bisa langsung datang tanpa perlu memesan dulu. Selain itu rumah
makan ini juga melayani pengiriman luar kota. Menu bebek di sini sering
dijadikan oleh-oleh banyak selebriti seperti Dian Sastro, Atiqah Hasiholan,
Christine Hakim, dan para pejabat termasuk menteri. Saat Lebaran, pesanan gulai
bebek membludak. Bisa setengah freezer
habis dalam sehari, karena satu orang saja bisa memesan sampai 45 ekor.
Untungnya rumah makan ini sudah mempunyai freezer
yang bisa menampung seribu ekor gulai bebek beku.
0 komentar:
Posting Komentar