Jumat, 19 Agustus 2016


Selain menyimpan kekayaan alam yang memukau mata, propinsi Kalimantan Timur juga menawarkan kuliner yang menggugah rasa. Petualangan kuliner di Kalimantan Timur bisa dimulai sesaat setelah menginjakkan kaki di Bandar Udara Internasional Sepinggan, Balikpapan. Kota yang menjadi gerbang Kalimantan Timur berkonsep ramah lingkungan ini terlihat indah, modern, dan bersih. Tak heran, jika 2014 lalu, kota ini pernah mendapat penghargaan sebagai ASEAN Environmentally Suistainable Cities (ESC) Award 2014. Ketika itu Balikpapan dianggap memenuhi persyaratan dari 3 kategori yakni, clean land, clean water, dan clean air

Untuk menebus rasa lapar, sebuah restoran penyaji makanan bahari bernama Kenari bisa menjadi tujuan kita di Kota Minyak ini. Sejak lama, Balikpapan dikenal dengan sajian kepiting, sehingga retoran yang menyajikan makanan jenis ini pun mudah ditemui. Dari banyak restoran terkenal di kota ini, Kenari menjadi satu restoran favorit. Berlokasi di Jalan Marsma R. Iswahyudi, Sepinggan, restoran ini terletak tidak jauh dari Bandar Udara Internasional Sepinggan. Hidangan kepiting yang dimasak dengan teknik dan bumbu berbeda menjadi menu utama, ditemani dengan menu udang dan sayur.


Usai bersantap, kita bisa melanjutkan perjalanan menuju ibu kota Kalimantan Timur, Samarinda. Untuk sampai di Samarinda, jarak yang ditempuh sekitar 126 kilometer dan membutuhkan waktu sekitar 4 jam. Walau bukan perjalanan yang singkat, namun kondisi jalan yang bagus disertai dengan pemandangan yang indah membuat kita tetap bisa menikmati perjalanan ini dengan menyenangkan.

Petualangan kuliner di Samarinda bisa dimulai sejak pagi hari dengan menikmati sepiring nasi kuning buatan Hj. Surni yang dijajakan di Jalan Pangeran Diponegoro. Ibu beranak 5 dan nenek 11 cucu ini memulai usaha nasi kuningnya sejak awal 1990-an. Perempuan berdarah Jawa Timur ini merantau di Samarinda dan pernah bekerja di beberapa restoran. Kebetulan, dirinya memang jago memasak dan bisa memasak sarapan khas warga Samarinda, nasi kuning. Ternyata, rasanya pun cocok dengan lidah warga dan sering menjadi oleh-oleh.


Satu porsi nasi kuning dengan lauk ikan haruan, daging sapi, dan telur dihargainya Rp 25.000. Ikan haruan atau gabus memang harus ia sediakan setiap hari, karena pelanggannya suka sekali dengan ikan jenis ini walau saat ini susah mencarinya. Akibatnya, harga ikan haruan satu kilogramnya bisa mencapai Rp 80.000. Menurut Hj. Surni, bila ia mengganti dengan ikan jenis lain, tidak ada yang mau. Hj. Surni membuka kedainya setiap hari pada pukul 06.00. Pada saat hari biasa, ia membuat nasi kuning dari 18 kilogram beras. Namun kalau hari libur bisa sampai 35 kilogram. Perempuan yang sudah menunaikan ibadah haji pada 2002 ini pun mengaku bersyukur, sampai sekarang dagangannya selalu ramai. Selain warga Samarinda, ada juga tokoh dan artis yang datang sarapan di tempatnya.

Setiap hari Hj. Surni mulai memasak pada pukul 03.00, sementara di hari libur ia memasak dari pukul 02.00. Yang dimasak memang lumayan banyak, selain beras, ia juga memasak daging sapi sebanyak 6 sampai 10 kilogram dalam sehari. Lalu telur ayam bisa sampai 400 butir saat hari libur. Menurut Hj. Surni, sempat ada pelanggannya yang menawarkan untuk membuka cabang di kota lain, seperti Jakarta dan Surabaya. Tapi ia masih menolaknya, karena mengurus warung yang ada sekarang saja sudah sangat merepotkan.


Usai menyantap nasi kuning, menjelang siang perjalanan bisa diteruskan dengan berkeliling kota Samarinda yang dilewati oleh sungai Mahakam. Sungai terpanjang di Provinsi Kalimantan Timur ini memiliki panjang sekitar 920 km yang melintasi wilayah Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Samarinda. Selain dijadikan sumber air, sungai ini juga menjadi rumah bagi berbagai jenis ikan dan mamalia langka yang terancam punah bernama Pesut. Untuk mengagumi keindahan sungai ini, di beberapa titik tepian sungai berdiri restoran dan warung yang menawarkan beragam penganan seperti roti durian dan buah durian.

Saat ini di warung buah durian hanya ada dua jenis durian yang dapat ditemui, yakni durian mentega yang juga dikenal sebagai monthong, dan durian lokal yang disebut melak. Bentuk buah durian melak tidak terlalu besar, namun mengeluarkan wangi khas yang cukup kuat. Tidak seperti durian mentega yang berdaging tebal, daging durian lokal ini terbilang tipis, dengan rasa manis sedikit pahit yang bisa membuat ketagihan. Berwarna putih sedikit kekuningan, tekstur daging buah durian melak terasa lembut di lidah. Dijual dari harga Rp 5000, menikmati sekitar 10 buah durian melak saja, bersama teman atau kerabat, sepertinya tidak lantas membuat dompet kita mengempis.   

0 komentar:

Posting Komentar